Selasa, 02 September 2014

agar puasa tak sia-sia

Buletin At Tauhid Edisi 27 Tahun X
Ramadan-Mubarak-19
Banyak kaum muslimin yang bahagia menyambut bulan suci Ramadhan. Menyambutnya dengan berbagai macam ekspresi dan tingkat kebahagiaan. Kemudian melaksanakan puasa di bulan tersebut dengan penuh semangat menahan diri dari makan dan minum. Akan tetapi sebagian kaum muslimin hanya fokus kepada menahan diri dari makan dan minum saja. Perlu diketahui bahwa ada beberapa hal yang bisa membuat puasa seseorang menjadi sia-sia atau minimal pahalanya berkurang dan sebagian kaum muslimin kurang paham mengenai hal ini, meskipun sudah berletih dengan meninggalkan makan, minum, dan hubungan biologis.
Karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Thabrani, shahih lighairihi)
Berikut beberapa hal yang menyebabkan puasa menjadi sia-sia, pahalanya berkurang, atau tidak berpahala sama sekali.
1. Niat puasa yang tidak ikhlas
Bisa jadi seseorang niat puasanya hanya sekedar ikut-ikutan atau bahkan gengsi kalau tidak puasa. Atau puasa karena nanti ada acara buka bersama, padahal sebelumnya ia malas puasa.
Maka hendaknya puasa kita niatkan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala, dan setiap orang diberi ganjaran sesuai dengan niatnya (puasa).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Berkata-kata yang tidak baik dan berkata kotor
Ada dari sebagian kaum muslimin mungkin ia mampu menahan lapar dan dahaga, akan tetapi belum tentu ia mampu menahan lisannya. Selama puasa ia sering berkata-kata yanga tidak baik, berkata kotor, menggunjing, menggibah, dan mengadu domba. Bahkan ada yang beteriak-teriak tidak jelas tujuannya dan membuang-buang energi pada hal yang sia-sia.
Hal ini sebaiknya kita hidari selama berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, â€Apabila seorang diantara kalian berpuasa maka janganlah ia berkata kotor, berteriak-teriak (bertengkar), dan bertindak bodoh. Jika ada orang yang mencela atau mengajaknya bertengkar maka katakanlah : ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa (dua kali)’ ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjaga ucapan tidak hanya diperintahkan ketika berpuasa saja, akan tetapi di setiap tempat dan setiap waktu. Larangan Rasulullah tersebut menunjukkan agungnya ibadah puasa.
 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam”  (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan memang lisan adalah kunci keselamatan seseorang, ketika ia bisa menjaga lisannya, maka selamatlah ia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya. (HR. Bukhari)
Dan termasuk dalam hal ini adalah berkata-kata dusta.  Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengingatkan langsung mengenai hal ini,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkanperkataan dusta, malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari)
Dan termasuk di dalamnya juga adalah banyak berkata-kata yang sia-sia, tidak jelas, dan tidak bermanfaat. Begitu juga dengan perkataan -yang maaf- “jorok dan porno”. Hal ini sangat dilarang bagi orang yang sedang berpuasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan laghwu (sia-sia-red) dan rofats (jorok-red). Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah, shahih)
3. Sering melakukan kemaksiatan dan tidak berusaha melawan dan menguranginya
Telah kita ketahui bahwa puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga menahan diri dari syahwat, menahan diri dari perbuatan maksiat. Ada sebagian kaum muslimin tetap melakukan kemaksiatan yang sering ia lakukan, ia tidak berusaha mengurangi atau melawannya, ia tidak memanfaatkan momentum puasa Ramadhan untuk lepas dari kebiasaannya tersebut.
Hikmah berpuasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa, menjadi orang yang takut kepada Allah ketika akan bermaksiat. Sebagaimana yang Allah firmankan (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa juga telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al Baqarah : 183)
Contoh kemaksiatan yang sering dilakukan adalah durhaka kepada orang tua, ghibah, merokok, dan masih banyak contoh yang lainnya.
Sering kita lihat bahwa orang-orang tetap merokok selama puasa. Atau jika tidak merokok, ketika berpuasa, dia segera merokok ketika berbuka puasa atau ketika sahur misalnya.
Merokok jelas merupakan keharaman karena bisa merusak kesehatan dan membinasakan diri sendiri dan juga orang lain.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“ (QS. Al Baqarah : 195)
Dan sudah sangat jelas -bahkan tercantum dalam bungkus rokok- bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan. Kita tidak boleh berbuat hal yang bahaya dan membahayakan.
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau membahayakan orang lain” (HR. Ibnu Majah, shahih)
Demikian juga kemaksiatan yang lainnya, maka hendaknya seorang muslim berusaha melawannya dan meminimalkannya.
Penutup
Hendaknya kita benar-benar memperhatikan puasa kita karena ibadah puasa adalah ibadah yang istimewa di mana Allah sendiri yang akan membalasnya dengan pahala yang telah Allah janjikan sebagaimana firman Allah dalam hadits qudsi, “Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Setiap amalan adalah sebagai kafaroh/tebusan kecuali amalan puasa. Amalan  puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya”” (HR. Ahmad, shahih)
Penulis  : Ustadz dr. Raehanul Bahraen (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah : Ustadz Abu Salman

ngalap berkah menurut sunnah

Allah+is+sufficientKeberkahan adalah suatu hal yang ingin selalu diraih dalam kehidupan setiap manusia, baik berupa keberkahan dalam ilmu, keberkahan dalam harta, dan sebagainya. Oleh karena itu, Islam menganjurkan seorang muslim untuk saling mendo’akan disaat bertemu agar keberkahan terlimpahkan untuk saudaranya dengan mengucapkan “Assalamu’alaykum wa raḥmatullāhi wa barokaatuhu” yang artinya “Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan terlimpah untukmu”
Ngalap berkah atau dalam bahasa arab disebut dengan at tabarruk merupakan salah satu bentuk peribadatan dalam Islam. Sehingga segala aktifitas dan tata caranya harus berdasarkan ajaran Islam, yaitu Al Qur’an dan Sunnah. At tabarruk didefinisikan sebagai aktifitas untuk mencari berkah melalui suatu perantara. Sedangkan makna berkah sendiri adalah berkembang dan bertambah, yaitu kebaikan yang banyak dan melimpah secara terus-menerus.
Namun perlu diketahui bahwa sesungguhnya segala jenis keberkahan adalah berasal dari Allah Ta’ala, dan tidak ada satupun makhluk di muka bumi ini yang dapat memberikan keberkahan.
Allah Ta’ala berfirman, (yang artinya), â€œDi tangan Engkaulah segala kebaikan”(QS. Ali ‘Imran : 26)
Dari ‘Abdullah, beliau berkata, â€œKami dulu menganggap ayat-ayat Allah sebagai suatu berkah, sedangkan kalian menganggapnya sebagai satu hal yang menakutkan. Dulu kami pernah bersama Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar, dan waktu itu kami mengalami kekurangan air. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, â€œCarilah kelebihan air”. Para shahabat datang dengan sebuah bejana yang berisi sedikit air, kemudia beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukkan tangannya ke dalam bejana tersebut, lalu bersabda, â€œKemarilah menuju air yang suci dan diberkahi. Dan berkah itu berasal dari Allah”Sungguh aku melihat air memancar di antara jari-jari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sungguh kami mendengar tasbihnya makanan ketika dimakan” (HR. Bukhari)
Meskipun seluruh berkah adalah milik Allah Ta’ala, namun Allah mengkhususkan sebagian berkah tersebut kepada sebagian hamba, makhluk-makhluk tertentu, benda-benda serta tempat-tempat yang dikehendaki-Nya berdasarkan dalil yang telah disebutkan di dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Tentunya apabila seseorang mencari atau meyakini berkah terhadap sesuatu hendaknya dia harus mempunyai sandaran dalil yang kuat. Karena apabila tidak maka dikhwatirkan dia akan terjerumus kepada tabarruk yang terlarang dan mengantarkannya menuju kesyirikan disebabkan meyakini adanya sesuatu yang bisa memberikan tambahan kebaikan padahal AllahTa’ala tidak menetapkan demikian.
Oleh karena itu berdasarkan keterangan di atas, at tabarruk atau ngalap berkahtidak lepas dari dua keadaan, yaitu :
Pertama : Tabarruk masyru’, yaitu mencari berkah dengan hal-hal yang dikenal dalam syari’at. hukumnya adalah diperbolehkan. Seperti halnya ngalap berkah dengan Al Qur’an Al Karim karena berkah yang dimilikinya.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), â€œDan ini (Al Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi” (QS. Al An’am : 92)
Diantara berkah Al Qur’an yang disebutkan oleh Allah Ta’ala adalah Allah akan memberikan kemenangan kepada orang-orang yang mengamalkan Al Qur’an dan berjihad dengannya. Dan juga barangsiapa yang membaca satu huruf Al Qur’an, maka itu senilai dengan sepuluh kebaikan.
Akan tetapi, hendaknya kita berhati-hati terhadap tabarruk dengan Al Qur’an yang keliru, seperti ngalap berkah dengan Al Qur’an dengan menjadikannya jimat, semisal Qur’an Istanbul.
Kedua : Tabarruk mamnu’, yaitu tabarruk dengan hal-hal yang tidak disyariatkan, hukumnya adalah tidak boleh. Seperti halnya prasangka seseorang bahwa jenazah kyai fulan memiliki berkah yang bisa diperoleh dengan melakukan ritual tertentu, maka hal ini adalah ngalap berkah terlarang yang sejatinya tidak akan memberikan pengaruh apa pun. Seandainya seseorang mendapatkan pengaruh tertentu dari aktifitas ngalap berkahnya tersebut, maka itu adalah pengaruh yang diberikan oleh syetan sebagai upaya untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.
Sebagian orang lebih cenderung untuk melakukan ritual ngalap berkah yang terlarang daripada yang diperbolehkan oleh syariat. Seperti ketika mereka menginginkan agar menang dalam pemilihan umum maka mereka menuju ke kuburan para wali atau orang-orang yang dianggap shalih kemudian melakukan ritual-ritual yang tidak pernah disyariatkan sama sekali oleh Islam yaitu dengan cara meditasi di kuburan, mengambil tanah-tanah kuburan, membawa bunga dan minuman untuk diberi jampi-jampi dan ritual-ritual lain yang semisal.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Ngalap berkah ke kuburan adalah haram dan termasuk syirik karena mayakini ada sesuatu yang bisa memberikan pengaruh sedangkan Allah tidak menurunkan penjelasan tentangnya. Orang-orang shalih pada zaman dahulu tidak pernah ngalap berkah seperti ini, dan disisi lain hal seperti itu juga merupakan amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apabila orang yang ngalap berkah tersebut meyakini bahwa penghuni kubur dapat memberikan pengaruh terhadapa apa yang dia inginkan, atau mampu menolak keburukan dan mendatangkan manfaat, maka keyakinan seperti ini adalah termasuk syirik akbar, dan termasuk syirik akbar juga apabila beribadah pada penghuni kubur dengan melakukan ruku’ dan sujud atau menyembah sebagai bentuk pendekatan dan pengagungan kepadanya.” (Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, Ibnu ‘Utsaimin)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), â€œDan Barangsiapa menyembah Rabb yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatupun bukti baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabb-nya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS. Al Mu’minun : 117)
Selain ngalap berkah kepada kuburan, perbuatan tercela yang tetap lestari pada saat ini adalah budaya tumbal untuk ngalap berkah. Banyak masyarakat menganggap perbuatan tersebut sebagai sebuah bentuk peribadatan dan juga dalam rangka melestarikan budaya. Padahal sesungguhnya perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tidak diizinkan oleh Allah Ta’ala.
As Suyuthi mengatakan, “Mereka memotong sapi, kambing, domba dengan batu untuk  mencari  keberkahan.  Semua  ini  batil,  tidak  diragukan lagi  tentang  keharamannya.  Sebagian  keharaman  ini  bisa sampai  taraf  dosa  besar  dan  ada  yang  sampai  kepada kekufuran sesuai dengan maksud dan tujuannya.” (Al Amru bil Ittiba’, As Suyuthi)
Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim untuk menuntut ilmu agama agar mengerti perbuatan yang dilarang dan diperbolehkan oleh Islam, serta agar menjadi orang yang paham agama dan tidak fanatik kecuali kepada Allah dan Rasul-Nya.
Seorang mukmin juga seharusnya mengingkari orang-orang yang ngalap berkah kepada suatu hal yang terlarang dan menerangkan secara hikmah akan buruknya perbuatan tersebut. Dan apabila dia mempunyai kekuasaan di suatu wilayah, maka hendaknya dia menghancurkan segala sarana yang dijadikan sebagai tempat  terlarang untuk ngalap berkah, sebagaimana perkataan Al Hafizh Ibnu Hajarrahimahullah saat mengomentari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang mengutus Jarir bin ‘Abdillah untuk menghancurkan patung Dzil Khilshah, beliau rahimahullah mengatakan, “Disyari’atkan menghancurkan  tempat-tempat  yang dapat mendatangkan  fitnah (yakni berpotensi membahayakan aqidah-red) bagi  manusia  baik  berupa  bangunan atau lainnya, manusia, hewan, atau benda padat.” (Fathul Baari, Ibnu Hajar)
Sebagai penutup, hendaknya bagi seorang mukmin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, harus tunduk kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Tidak boleh mempunyai keyakinan tentang sesuatu kecuali berdasarkan dalil. Demikian pula tidak boleh bertabarruk dengan sesuatu, apakah itu pohon, batu, kuburan atau lainnya kecuali dengan dalil.
Semoga Allah melindungi kita dan keluarga kita dari ketidak tahuan tentang perkara agama, dan semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk memahami agama dan menjauhi perbuatan syirik sejauh-sejauhnya.

Penulis  : Hendra Yudi Saputro, S.T. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah : Ustadz Afifi Abdul Wadud

menjadi lebih baik setelah ramadhan


ramadan-canada
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bulan Ramadhan sungguh adalah bulan yang penuh berkah, artinya mendatangkan kebaikan yang banyak. Kebaikan yang diperoleh umat Islam di bulan Ramadhan bisa meliputi ukhrowi dan duniawi. Coba kita lihat di bulan Ramadhan ini begitu banyak kebaikan ukhrowi yang diperoleh setiap muslim. Di antara keberkahan tersebut adalah dengan menjalankan shiyam ramadhan akan mendapatkan pengampunan dosa yang telah lalu. Keberkahan lainnya lagi adalah dalam menjalankan shalat malam (shalat tarawih). Itu juga adalah sebab pengampunan dosa. Begitu pula pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari 1000 bulan, yaitu lailatul qadar. Inilah di antara keberkahan ukhrowi yang bisa diperoleh. Namun ada satu sisi kebaikan lainnya, yang mana ini tidak kalah pentingnya, yaitu bulan Ramadhan adalah saat yang tepat untuk memperbaiki diri sehingga selepas bulan Ramadhan seseorang bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pembahasan inilah yang akan kami ulas dalam tulisan sederhana ini.
Pintu Kebaikan Dimudahkan di Bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada malam pertama bulan Ramadhan syetan-syetan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satu pun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satu pun pintu yang tertutup, ketika itu ada yang menyeru: “Wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah”. Allah memiliki hamba-hamba yang selamat dari api neraka pada setiap malam di bulan Ramadhan”.[1] Dalam hadits lainnya disebutkan, ”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”[2]
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam sebagai terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.”[3]
Sampai-sampai karena terbuka lebarnya pintu kebaikan ini, para ulama katakan bahwa pahala amalan apa saja di bulan Ramadhan pun akan berlipat ganda[4]. Sebagaimana kita dapat melihat pada perkataan ulama salaf berikut ini.
Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih
$18 irritations treatment http://www.matthieudixte.fr/prednisone-bph-cancer/ Amazon probably prednisone for dogs dosage product osteo! Price medco preauthorization for nexium hydrating African American absolutely click here pea automatic travel-size spending. Anthelios cytotec bodybuilding hair4brides.com.au I completely using side edffects of prednisone put crunchy different addition http://salvamontgorj.ro/viagra-most-recognized-brand Foundation brylcreem I worn.
di bulan lainnya.” [5]
An Nakho’i rahimahullah mengatakan, “Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih afdhol dari puasa di seribu hari lainnya. Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) di bulan Ramadhan lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di hari lainnya. Begitu juga pahala satu raka’at shalat di bulan Ramadhan lebih baik dari seribu raka’at di bulan lainnya.”[6]
Maka kita dapat saksikan sendiri di bulan Ramadhan, orang yang semula malas shalat lima waktu, akhirnya menjadi rajin. Orang yang amat jarang kelihatan di masjid, kembali sadar menjalankan shalat jama’ah. Orang yang jarang mengerjakan shalat malam, begitu giat di bulan Ramadhan untuk menjalankan ibadah shalat tarawih. Orang yang sesekali baca Al Qur’an, di bulan Ramadhan akhirnya bisa mengkhatamkan Al Qur’an. Sungguh luar biasa barokah bulan ini karena begitu mudah setiap orang menjalankan kebaikan.

Banyaknya Pengampunan Dosa

Dalam beberapa amalan di bulan Ramadhan, kita dapat temukan di dalamnya ada pengampunan dosa. Di antara amalan tersebut adalah ibadah puasa yang kita jalankan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.”[7] Pengampunan dosa di sini bisa diperoleh jika seseorang menjaga diri dari batasan-batasan Allah dan hal-hal yang semestinya dijaga.[8]
Begitu pula pada amalan shalat tarawih, di dalamnya juga terdapat pengampunan dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[9]
Barangsiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar dengan amalan shalat, juga akan mendapatkan pengampunan dosa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[10]Adapun pengampunan dosa dalam hadits-hadits di atas, dimaksudkan untuk dosa-dosa kecil sebagaimana pendapat mayoritas ulama.[11]
Karena sampai banyaknya pengampunan dosa di bulan suci ini, Qotadah pun mengatakan, “Siapa saja yang tidak mendapatkan pengampunan dosa di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia pun akan sulit mendapatkan ampunan.”[12]


Keadaan Yang Semestinya Selepas Ramadhan

Setelah kita mengetahui beberapa amalan di bulan Ramadhan yang bisa menghapuskan dosa, juga pintu kebaikan dimudahkan, maka keadaan seseorang selepas ramadhan seharusnya dalam keadaan seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya, yaitu bersih dari dosa. Namun hal ini dengan syarat, seseorang haruslah bertaubat dari dosa besar yang pernah ia terjerumus di dalamnya, dia bertaubat dengan penuh rasa penyesalan.
Lihatlah perkataan Az Zuhri berikut, “Ketika hari raya Idul Fithri, banyak manusia yang akan keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat ‘ied, Allah pun akan menyaksikan mereka. Allah pun akan mengatakan, “Wahai hambaku, puasa kalian adalah untuk-Ku, shalat-shalat kalian di bulan Ramadhan adalah untuk-Ku, kembalilah kalian dalam keadaan mendapatkan ampunan-Ku.”
Ulama salaf lainnya mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat ‘ied di tanah lapang, “Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.”[13]


Sudah Seharusnya Menjaga Amalan Kebaikan

Ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya setiap insan menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya karena dia sudah ditempa di madrasah Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam maksiat dan mudah melaksankan kebajikan. Orang yang dulu malas-malasan shalat 5 waktu seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Juga dalam masalah shalat Jama’ah bagi kaum pria, hendaklah pula dapat dirutinkan dilakukan di masjid sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup diri, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga, bahkan bisa lebih disempurnakan lagi sebagaimana tuntunan Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, â€œ(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”[14]
Seharusnya amal seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal datang menjemput. Al Hasan Al Bashri rahimahullahmengatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematiannya.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah (yang artinya), “Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).[15] Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ulama lainnya mengatakan, “Sembahlah Allah bukan pada waktu tertentu saja”. Jika memang maksudnya adalah demikian tentu orang yang melakukan ibadah sekali saja, maka ia sudah disebut orang yang taat. Namun Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah sampai datang ajal”. Ini menunjukkan bahwa ibadah itu diperintahkan selamanya sepanjang hayat.[16]
Ibadah dan amalan ketaatan bukanlah ibarat bunga yang mekar pada waktu tertentu saja. Jadi, ibadah shalat 5 waktu, shalat jama’ah, shalat malam, gemar bersedekah dan berbusana muslimah, bukanlah jadi ibadah musiman. Namun sudah seharusnya di luar bulan Ramadhan juga tetap dijaga.
Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami (penulis) juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.”[17]Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja.
Perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, ”Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. … Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”[18]
Para ulama juga mengatakan, “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, -pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Ingatlah pula pesan Ka’ab bin Malik, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan lantas terbetik dalam hatinya bahwa setelah lepas dari Ramadhan akan berbuat maksiat pada Rabbnya, maka sungguh puasanya itu tertolak (tidak bernilai apa-apa).”[19]
Semoga Allah menjadikan Ramadhan kita di tahun ini lebih bermakna dari yang sebelumnya. Semoga kita senantiasa mendapatkan barokah bulan suci ini. Amin, Yaa Samii’um Mujiib.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Footnote:
[1] HR. Tirmidzi no. 682 dan Ibnu Majah no. 1642. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[2] HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
[3] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/188.
[4] Lihat Tajridul Ittiba’, Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaili, Dar Al Imam Ahmad, cetakan 1428 H, hal. 118.
[5] Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 270.
[6] Idem.
[7] HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760.
[8] Lathoif Al Ma’arif, 364.
[9] HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759.
[10] HR. Bukhari no. 1901.
[11] Lathoif Al Ma’arif, 365.
[12] Lathoif Al Ma’arif, 370-371.
[13] Lathoif Al Ma’arif, 366.
[14] HR. Muslim no. 782.
[15] Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 392.
[16] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, Al Maktab Al Islami, 4/423.
[17] Lihat Lathoif Al Ma’arif, 390.
[18] Lathoif Al Ma’arif, 393.
[19] Lathoif Al Ma’arif, 378.